Menjelang pergantian tahun baru 2011, kami sekeluarga diajak oleh keluarga dari pemilik pesantren Al-Ittifaq (artinya kerjasama yang baik), KH. Fuad Affandi berkunjung ke pesantren yang berlokasi Rancabali, Alam Endah, Ciwidey, Bandung. Pesantren ini terletak di ketinggian 1400 dpl dengan dikelilingi areal perkebunan yang luas. Berangkat pagi, sampai di masjid pesantren setengah jam sebelum waktu shalat Jumat. Yang laki-laki berbaur dengan murid pesantren untuk shalat, sementara yang perempuan memutuskan untuk berjalan kaki menyusuri areal perkebunan stroberi, bawang daun, dll tak jauh dari masjid.
Pukul 13.30 WIB, kami diajak masuk ke rumah pak kyai oleh seorang pengurus santri. Di rumahnya, kami disambut oleh pak kyai dan diajak ke ruang keluarga yang menurut pak kyai adalah ciri khas rumah kyai dari zaman Nabi Idris masih bujangan. Apa sih maksudnya? Ternyata ciri khasnya adalah duduknya lesehan, tidak ada sofa atau kursi. Di depan pintu ruang keluarga, uniknya ada bath tub yang dijadikan tempat berendam ikan aligator dan ikan koi, selain aneka pot tanaman. Sesuai dengan salah satu motto pak kyai, "Tidak boleh ada sejengkal tanah pun yang nganggur".
Setelah itu, kami diajak melihat-lihat ruangan yang biasa digunakan perusahaan, instansi pemerintah, dan akademi untuk pelatihan. Bisa menampung 250 orang. Beberapa perusahaan yang rutin bekerjasama misalnya PT Telkom, PT Inti, Holcim, dan PT Djarum.Di bagian kantor, kami ditunjukkan berbagai piagam dan foto pak kyai dengan pejabat pemerintah, seperti presiden & menteri. Setiap presiden RI yang sedang menjabat, umumnya memberikan penghargaan, mulai dari Soeharto, Habibie, Megawati, dan SBY. Lho, yang dari Gus Dur mana? Kata pak kyai, waktu itu dia bilang ke Gus Dur, "Saya belum dapat piagam dari sampeyan." Terus Gus Dur minta maaf. Selain itu, penghargaan dan plakat untuk pak kyai juga sangat banyak, termasuk anugerah Kalpataru yang bergengsi itu.
Sehabis melihat-lihat dan memotret ruangan kantornya, kami kembali ke ruang keluarga sambil mendengarkan kuliah tentang pengalaman dari pak kyai membangun pesantren agribisnis ini, ditemani secangkir bandrek hangat. Seru dan lucu ceritanya. Apa saja ya?
- KH. Fuad Affandi, santri lulusan pesantren di Lasem, merupakan generasi ke-3 penerus pesantren. Awalnya, kakek dan ayahnya yang memimpin pesantren di daerah ini dengan budaya yang masih konvensional. Ketika zaman Belanda, pemerintah Belanda mendoktrin pesantren bahwa masjid tidak boleh ditembok, tidak boleh ada kamar mandi dalam rumah, dan tidak boleh belajar huruf latin. Antara lingkungan pesantren dan masyarakat ada pemisah berupa tembok tinggi, karena tidak sembarang orang boleh masuk ke lingkungan pesantren.
- Pada saat ayahnya sudah tua dan sakit, beliau memanggil seluruh anak-anaknya untuk ada yang tetap meneruskan pesantren ini. Sebagai anak bungsu, KH. Fuad didorong-dorong oleh kakak-kakaknya untuk mau meneruskan pesantren. Akhirnya KH. Fuad mau, dengan syarat, harus ada perubahan di pesantren ini. Pertama, beliau menghancurkan tembok pembatas antara pesantren dan masyarakat, agar dua lingkungan ini dapat menyatu. Kedua, membangun masjid. Namun, masyarakat yang masih terdoktrin dengan paham bahwa masjid tidak boleh ditembok, enggan membantu dengan alasan takut kualat pada ayah dan kakek KH. Fuad. Akhirya, beliau mencari tenaga bantuan dari Cililin. Ketiga, membangun jalan untuk akses transportasi hasil pertanian di daerah ini, serta memasang aliran listrik PLN. Pada mulanya, kebanyakan penduduk laki-laki merantau ke Jakarta menjadi pekerja dengan upah mingguan dan menyewakan lahannya ke orang lain, biasanya orang keturunan Tionghoa. Sayang sekali, lahan pertanian yang sedemikian subur tidak dimanfaatkan dengan baik. KH. Fuad pun mulai membebaskan lahan-lahan penduduk untuk ditanami aneka tanaman konsumsi hingga sekarang mencapai 14 hektar. Wah, subhanallah, pak kyai ini banyak trik akalnya yang tidak terduga, terutama bagaimana cara pendekatan ke masyarakat.
- Pesantren Al-Ittifaq mungkin satu-satunya pesantren yang hasil dari sektor agribisnisnya bisa masuk ke supermarket atau hipermarket di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Prinsipnya kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Selain itu, ada soft skill yang hanya dimiliki pak kyai, yang diajarkan ke santri-santrinya, mengenai cara bicara, memperkenalkan diri dengan pede, dan cara berpakaian. Kurang lebih ada 26 sayuran yang diproduksi Al-Ittifaq. Masih ada puluhan jenis sayuran permintaan dari supermarket besar, untuk itu pak kyai menyiasatinya dengan barter di pasar. Ada 5 grade di bagian stok; 1 untuk supermarket; 2 untuk dikupas-dipotong dijadikan paket sayur sop, sayur asem; 3 untuk barter di pasar; 4 untuk dikonsumsi sendiri di pesantren; 5 untuk makanan ternak. Ternak-ternak di pesantren juga banyak, ada sapi perah, kambing, biri-biri, ayam, dan kalkun. Yang mengurus ternak dan kebun adalah santri-santri juga, dari pukul 07.00-11.00 dan sore hari. Pembagian tugas di sini juga cukup adil, berdasarkan tingkat pendidikan tiap santri, misalnya; pendidikan terakhir SD, mengurus ternak; SMP bagian gudang, grading; SMA labelling dan pengiriman barang.
- Dalam mengajarkan pendidikan di pesantren, pak kyai tidak terlalu banyak mengajarkan mengaji, lebih banyak digunakan untuk kegiatan agribisnis. Inilah bekal yang bisa dibawa ke masyarakat. Saat keluar dari pesantren, tidak semua santri bisa menjadi ulama, oleh karena itu, pendidikan keterampilan penting. Yang utama ada masalah shalat. Dulu, pak kyai pernah dibisikkan pertanyaan oleh Pak Amin Rais, "Pak Kyai, kalau Anda jadi presiden, sektor apa yang pertama kali harus dibenahi?" "Shalat," tegas pak kyai. Shalat yang hanya 5-10 menit untuk Allah, biasanya kita ulur-ulur waktunya, akhirnya waktu untuk Allah, adalah waktu sisa, sisa ngobrol, sisa nonton, dll. Di dalam shalat ada doa meminta rizki saat duduk diantara dua sujud. jadi, apabila ada orang yang bertanya mengapa usaha saya tidak ada yang cocok? Pak kyai selalu menjawab, "Shalatlah di awal waktu". Dijamin Allah akan mencukupi segala kebutuhan dan permintaan kita. Setiap santri yang telat 1 rakaat shalat di masjid, dikenai denda Rp 5.000,- per rakaat atau mengangkut 2 karung pasir. Ada area yang dinamai pasir hukuman, tempat santri yang terlambat shalat berjamaah.
- Di Al-Ittifaq ada 2 jenis sekolah, pertama Salafi, yang full mondok, tanpa biaya, dan Khalafi, dikenai biaya pendidikan dan makan 3x sehari (cukup murah juga). Ternyata setelah berjalan sampai sekarang, Salafi selalu mensubsidi Khalafi, untuk perbaikan sarana dan prasarana sekolah, juga saat akan mengadakan kegiatan keagamaan, seperti Idul Qurban. Santri-santri Salafi terampil dalam membangun rumah, membuat mebel, dan di bidang otomotif. Lihat saja rumah pak kyai yang bertingkat itu dan segala mebelnya, serta meja-bangku di sekolah, semuanya buatan santri Salafi. Hebat, bukan? Rumah-rumah di sekitar pesantren juga secara bergiliran tiap bulan diperbaiki, misalnya dicat. Jadi terlihat indah, dengan cat warna-warni.
- Santri-santri Al-Ittifaq baik putra maupun putri dijarkan untuk mandiri, misalnya berjualan makanan ringan, yang dititipkan di warung-warung sekitar pesantren, juga membuat makanan olahan untuk oleh-oleh yang dijual di koperasi pesantren. Kami sempat membeli manisan stroberi 'Kharisma', enak juga, kemasannya cantik. Pesantren ini menerima mahasiswa atau anak sekolah yang ingin magang di sini. Saat ini ada rombongan anak-anak dari Jakarta dan Banten yang magang selama 1 bulan, disponsori oleh perusahaan. Yang menjadi ciri khas dari pesantren ini juga adalah, mereka sangat menghormati dan memuliakan tamu yang datang. Mereka sopan, ringan tangan, melayani dengan senyum, seperti tidak lelah. Kami para tamu, disuguhi aneka makanan dan minuman yang serba lezat. Hal ini merupakan ajaran pak kyai kepada anak-anaknya dan santri-santrinya bahwa kita tidak akan miskin dengan menjamu tamu. Hidangan yang diberikan tidak hanya makanan kecil namun juga makanan nasi-lauk pauk-sayur komplit.
Masih banyak lagi cerita yang menarik di Al-Ittifaq, padahal, ini baru cerita 1 malam, bagaimana kalau menginap 1 bulan di sini? Yang paling penting, kalau kesini, jangan lupa pakai jaket dan kaus kaki. Karena udaranya dingin. Pak kyai bilang, disini teknologinya sudah canggih, dari WC sampai kandang kambing, semuanya pakai AC. Cuma nggak bisa diatur suhunya!"