Di siang yang cerah di bulan Maret, seusai rangkaian umroh, tim Adeola mengikuti tur bus setelah check out hotel Jeddah. Tempat wisata yang dituju adalah Masjid Arafah (dikenal dengan sebutan Masjid Terapung) di tepi laut merah. Perjalanan ini waktunya singkat, sekitar 1,5 jam, sebelum ke bandara Jeddah.
Sepanjang jalan, kami bisa melihat Islamic Art & Architecture pada hunian, kantor, dan kawasan komersial bergaya timur tengah yang modern. Di sudut atau tepi jalan, selain taman, banyak ditampilkan monumen, patung, atau instalasi karya seni kontemporer. Kebanyakan berbentuk abstrak geometris atau dekoratif. Zaman dulu, seni Islam melarang menampilkan objek yang bernyawa, karena dikhawatirkan dapat dijadikan pemujaan atau sesembahan. Walaupun dibatasi aturan, namun seniman, arsitek, atau desainer disini ternyata bisa membuat kreasi karya seni yang bagus dan beragam.
Sebagai negara penghasil minyak (1 L air lebih mahal dari 1 L BBM), Kerajaan Arab Saudi (KSA), mulai menyadari bahwa suatu saat minyak akan habis. Oleh sebab itu, KSA mulai mencoba mengembangkan energi alternatif. Jadi, sekarang mereka juga membuka lahan untuk menanam tanaman yang berpotensi untuk dijadikan alternatif bahan bakar. Penghijauan juga terlihat dimana-mana.
Di ruas jalan yang terlihat sejumlah kecil space iklan barang dan jasa. Pesan pemerintah terpampang pada spanduk atau baliho bergambar raja. Semuanya rapi dan tertata.
Kota Jeddah ini pembangunannya sangat pesat. Gedung-gedung pencakar langit yang sudah banyak akan makin bertambah. Sejumlah lokasi sedang dalam pengerjaan konstruksi. Jeddah kabarnya sedang mencoba menyamai popularitas Dubai. Katanya hal ini sesuai dengan sifat khas orang Arab yang tidak mau kalah. Ya, kalau untuk tujuan baik (syiar), hal itu boleh-boleh saja.
Akhirnya sampai juga kita di tepi laut merah, dan terlihatlah masjid putih dengan kubah biru yang letaknya terapung itu.